Pengobatan
Anemia dengan Eritropoietin
FAKTOR FAKTOR PERTUMBUHAN HEMATOPOIETIK
FaKtor faktor pertumbuhan hematopoietik adalah
hormone glikoprotein yang mengatur ploriferasi dan diferensiasi bermacam macam
sel pembentuk darah di sumsum tulang. Faktor pertumbuhan pertama yang di
identifikasi disebut faktor perangsang
koloni, karena hormone ini dapat merangsang pertumbuhan koloni dari bermacam
macam sel pembentuk darah di sumsum tulang secara in vitro. Pada dekade yang
lalu , banyak dari faktor pertumbuhan ini telah dimurnikan dan di sintesis dan
efeknya pada hematopoeisis telah di pelajari secara ekstensif. ( table 1). Jumlah faktor pertumbuhan ini yang cukup untuk pengunaan klinik tela di produksi dengan teknologi DNA rekombinan.
efeknya pada hematopoeisis telah di pelajari secara ekstensif. ( table 1). Jumlah faktor pertumbuhan ini yang cukup untuk pengunaan klinik tela di produksi dengan teknologi DNA rekombinan.
Dari faktor faktor pertumbuhan hematopoietik
yang sudah di kenal., eritopoetin, ranulocyte colony stimulating faktor (
G-CSF), dan granulocyte macrophage colony stimulating faktor (GM-CSF) , telah
tersedia untuk penggunaan klinik. Interleukin 3 (IL-3) , stem cell faktor
(SCF), monosit macrophage colony stimulating faktor (M-CSF), sekarang masih
dalam penelitian klinik dan mungkin akan tersedia tahun depan atau beberapa
tahun lagi. Faktor pertumbuhan lain yan sangat berguna terdapat dalam tabel
1.masih dalam penelitian klinik.
ERITROPOITIN
Kimiawi dan Farmakokinetik
Eritropoietin adalah faktor ppertumbuhan hematopoietik
manusia yang pertama kali diisolasi.
Pertama kali di murnikan dari urin pasien penderita anemia berat. Rekombinan
eritropoetin manusia (rHuEpo, epoetin alfa) dibuat di dalam sintesisi cell
expression mamalia dengan menggunakan teknologi DNA rekombinan. Zat ini adalah
polipeptida terglikosilasi berat yang terdiri atas 165 asam amini dengan berat
molekul 30.400. Setelah pemberian
intravena,eritropoetin memiliki waktu paruh serum 4- 13 jam pada pasien dengan
gagal ginjal kronik.Eritropoetin tidak dapat di bersihkan dengan dialisis.
Gambar 1:
Faktor- faktor pertumbuhan hematopoietik
FARMAKODINAMIK
Eritopoetin merangsang proliferasi dan
diferensiasi eritoid dengan berinteraksi dengan reseptor eritropoetin yang
spesifik pada progenitor sel darah merah di dalam sumsum tulang. Eritropoetin
di buat oleh ginjal sebagai respon atas
hipoksia jaringan . Bila terjadi anemia, lebbih banyak eritropoetin diproduksi
oleh ginjal , member isyarat sumsum tulang untuk membuat lebih banyak lagi sel
darah merah. Peristiwa ini menghasilkan koreksi anemia bila respon sumsum
tulang tidak terganggu oleh defisiensi nutruisi sel darah merah ( terutama defisiensi
besi), kelainan primer sumsum tulang atau penekanan sumsum tulang oleh obat
atau penyakit kronis.
Dalam keadaan normal ada hubungan terbalik
antara hematokrit atau kadar hemoglobin
dan kadar eritropoetin serum. Individu
yang tidak menderita anemia mempunyai kadar eritopoetin serum kurang dari 20 UI/L. . Begitu kadar
hematokrit dan kadar hemoglobin turun serta anemia menjadi lebih berat , maka
kadar eritropoetin serum meningkat secara eksponensial. Pasien dengan anemia yan agak berat biasanya
mempunyai kadar eritropoeitin antara 100- 500 UI/L, dan pasien dengan anemia
berat dapat mempunyai kadar ribuan UI/L.
Perkecualian yang paling penting dalam
hubungan terbalik ini ialah pada anemia Karena gagal ginjal kronis. Pada pasien
dengan penyakit ginjal, kadar eritropoetin biasanya rendah karena ginjal tidak
dapat memproduksi faktor pertumbuhan . Pasien seperti ini sangat mungkin member
respon terhadap terapi dengan eritropoetin eksogen . Pada kebanyakan kelainan
sumsum tulang primer ( anemia aplastik, leukemia, kelainan mieloproliferatif
dan mielodisplastik dan lain lain) serta kebanyakan anemia sekunder dan
nutrisi, kadar eritropoetin endogen tinggi, sehingga kurang ada
kemungkinan untuk bereaksi atas
eritropoetin .
FARMAKOLOGI KLINIK
Eritropoietin
diindikasikan untuk pengobatan gagal ginjal dengan anemia. Eritropoietin secara
konsisten memperbaiki kadar hematokrit dan Hb serta biasanya tidak memerlukan
transfuse pada pasien ini. Suatu peningkatan jumlah retikulosit biasanya
terjadi sekitar 20 hari serta
peningkatan hematokrit dan kadar Hb dalam 2- 6 minggu. Kebanyakan pasien
dapat mempertahankan hematokrit kira
kira 35% dengan dengan dosis eritripoietin
50-150 UI/kg secara intravena atau subkutan 3 kali seminggu. Kegaagalan
respon terhadap eritropoietin paling sering disebabkan karena bersaamaan
dengan defisiensi besi, yang dapat di koreksi dengan pemberian besi per
oral. Penambahan folat mungki juga perlu untuk beberapa pasien.
Eritropoietin
mungkin juga berguna untuk pengobatan anemia dengan keainan sumsum tulang primer dan anemia
sekunder pada pasien tertentu . Ini meliputi pasien dengan anemia aplastik dan
kegagalan sumsum tulang lainya, kelainan mieloprolieratif dan mielodisplastik,
myeloma multiple dan mungkin keganasan kronik sumsum tulang lainya, dan anemia
yang menyertai peradangan kronik, AIDS, dan kanker. Pasien dengan kelainan ini
yang mengalamai kadar eritripoietin serum yang rendah tidak sebanding untuk
derajat anemianya yang mungkin memberikan respon terhadap pengobatan dengan
factor pertumbuhan ini. Pasien dengan kadar eritropoietin endogen kurang dari
100UI/L hanya kadang kadang memberikan rerspon . Pasien seperti ini biasanya
memerlukan dosis yang lebih tinggi (150-300 UI/kg, 3 kali seminggu) untuk
mencapai suatu respon, dan respon sering tidak lengkap.
Eritropoietin juga
telah digunakan dengan sukses untuk menanggulangi anemia yang disebabkan oleh
penggobatan dengan zidovudin pada pasien dengan infeksi HIV dan pada pengobatan
anemia karena prematuritas. Eritropoietin juga dapat digunakan untuk
mempercepat eritropoiesis setelah flebotomi, bila darah di kumpulkan untuk
transfuse autologous untuk pembedahan
tertentu atau pengobatan kelebihan besi ( hemokromatosis).
Gambar 2 : Indikasi Terapi
Eritropoietin (EPO)
KONTRA
INDIKASI
Pasien yang tidak memenuhi persyaratan untuk
terapi Eritropoietin
· Pasien
dengan berbagai kondisi berikut :
v
Defisiensi
asam folat. Vitamin B12 atau besi
v
Pasien
perdarahan atau hemolisis
v
Leukemia mieloenik kronik maupun akut
v
Kanker
eritroid
v
Fibrosis sumsum tulang belakang
v
Resisten
eritropoietin di kernakan neutralisasi antibodi
v
Anemia dikarenakan pengobatan kanker jika mempunyai hipertensi yang tidak
terkontrol
·
Pengobatan
EPO (eritropoietin tidak sesuai untuk profilaksis :
v
Mencegah
anemia yang di induksi kemoterapi
v
Reduce tumor hypoxia
TOKSISITAS
Efek samping
eritropoietin yang palin sering di jumpai ialah peningkatan hematokrit dan
hemoglobin yang cepat serta termasuk
komplikasi hipertensi dan thrombosis. Bertamabh beratnya hipertensi yang
dapat terjadi sekitar 20-30% pasien, dan paling sering akibat peningkatan
hematokrit yang terlalu cepat. Meskipun masih kontroversial dilaporkan
peningkatan tendensi thrombosis pada pasien dialisis. Penyulit ini dapat di kurangi dengan
meningkatkan hematokrit dan hemoglobin secara lambat serta dengan memantau dan mengobati hipertensi secara
adekuat. Reaksi alergi jarang dan ringan.
Faisal Abdullah ( I11109052)
Sumber :
David K.
McCulloch, MD . EPO Treatment and Monitoring Guideline : Group Health Cooperative, 2010
Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia . Farmakologi dan Terapi. edisi 5. – Jakarta: Badan Penerbit
FKUI,2007
Katzung,Betram G. Farmakoloi Dasar dan Klinik alih
bahasa, Staf Dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran UNSRI;editor H. Azwar
Agoes.- edisi 6.- Jakarta: EGC, 2010
Nice info..izin copas
BalasHapus