pasang iklan HUB 085750149400

Affiliate

Sabtu, 29 Juni 2013

Pengobatan Anemia dengan Eritropoietin

FAKTOR FAKTOR PERTUMBUHAN HEMATOPOIETIK

FaKtor faktor pertumbuhan hematopoietik adalah hormone glikoprotein yang mengatur ploriferasi dan diferensiasi bermacam macam sel pembentuk darah di sumsum tulang. Faktor pertumbuhan pertama yang di identifikasi  disebut faktor perangsang koloni, karena hormone ini dapat merangsang pertumbuhan koloni dari bermacam macam sel pembentuk darah di sumsum tulang secara in vitro. Pada dekade yang lalu , banyak dari faktor pertumbuhan ini telah dimurnikan dan di sintesis dan
efeknya pada hematopoeisis telah di pelajari secara ekstensif. ( table 1). Jumlah faktor pertumbuhan ini yang cukup untuk pengunaan klinik tela di produksi dengan teknologi DNA rekombinan.

Dari faktor faktor pertumbuhan hematopoietik yang sudah di kenal., eritopoetin, ranulocyte colony stimulating faktor ( G-CSF), dan granulocyte macrophage colony stimulating faktor (GM-CSF) , telah tersedia untuk penggunaan klinik. Interleukin 3 (IL-3) , stem cell faktor (SCF), monosit macrophage colony stimulating faktor (M-CSF), sekarang masih dalam penelitian klinik dan mungkin akan tersedia tahun depan atau beberapa tahun lagi. Faktor pertumbuhan lain yan sangat berguna terdapat dalam tabel 1.masih dalam penelitian klinik.

ERITROPOITIN

Kimiawi dan Farmakokinetik

Eritropoietin adalah faktor ppertumbuhan hematopoietik manusia  yang pertama kali diisolasi. Pertama kali di murnikan dari urin pasien penderita anemia berat. Rekombinan eritropoetin manusia (rHuEpo, epoetin alfa) dibuat di dalam sintesisi cell expression mamalia dengan menggunakan teknologi DNA rekombinan. Zat ini adalah polipeptida terglikosilasi berat yang terdiri atas 165 asam amini dengan berat molekul 30.400. Setelah  pemberian intravena,eritropoetin memiliki waktu paruh serum 4- 13 jam pada pasien dengan gagal ginjal kronik.Eritropoetin tidak dapat di bersihkan dengan dialisis.


Gambar 1: Faktor- faktor pertumbuhan hematopoietik

FARMAKODINAMIK

Eritopoetin merangsang proliferasi dan diferensiasi eritoid dengan berinteraksi dengan reseptor eritropoetin yang spesifik pada progenitor sel darah merah di dalam sumsum tulang. Eritropoetin di buat oleh ginjal sebagai respon  atas hipoksia jaringan . Bila terjadi anemia, lebbih banyak eritropoetin diproduksi oleh ginjal , member isyarat sumsum tulang untuk membuat lebih banyak lagi sel darah merah. Peristiwa ini menghasilkan koreksi anemia bila respon sumsum tulang tidak terganggu oleh defisiensi nutruisi sel darah merah ( terutama defisiensi besi), kelainan primer sumsum tulang atau penekanan sumsum tulang oleh obat atau penyakit kronis.

Dalam keadaan normal ada hubungan terbalik antara  hematokrit atau kadar hemoglobin dan kadar eritropoetin serum.  Individu yang tidak menderita anemia mempunyai kadar eritopoetin  serum kurang dari 20 UI/L. . Begitu kadar hematokrit dan kadar hemoglobin turun serta anemia menjadi lebih berat , maka kadar eritropoetin serum meningkat secara eksponensial.  Pasien dengan anemia yan agak berat biasanya mempunyai kadar eritropoeitin antara 100- 500 UI/L, dan pasien dengan anemia berat dapat mempunyai kadar  ribuan UI/L. Perkecualian yang paling penting  dalam hubungan terbalik ini ialah pada anemia Karena gagal ginjal kronis. Pada pasien dengan penyakit ginjal, kadar eritropoetin biasanya rendah karena ginjal tidak dapat memproduksi faktor pertumbuhan . Pasien seperti ini sangat mungkin member respon terhadap terapi dengan eritropoetin eksogen . Pada kebanyakan kelainan sumsum tulang primer ( anemia aplastik, leukemia, kelainan mieloproliferatif dan mielodisplastik dan lain lain) serta kebanyakan anemia sekunder dan nutrisi, kadar eritropoetin endogen tinggi, sehingga kurang ada kemungkinan  untuk bereaksi atas eritropoetin .

FARMAKOLOGI KLINIK

                Eritropoietin diindikasikan untuk pengobatan gagal ginjal dengan anemia. Eritropoietin secara konsisten memperbaiki kadar hematokrit dan Hb serta biasanya tidak memerlukan transfuse pada pasien ini. Suatu peningkatan jumlah retikulosit biasanya terjadi sekitar  20 hari serta peningkatan hematokrit dan kadar Hb dalam 2- 6 minggu. Kebanyakan pasien dapat  mempertahankan hematokrit kira kira 35% dengan dengan dosis eritripoietin  50-150 UI/kg secara intravena atau subkutan 3 kali seminggu. Kegaagalan respon terhadap eritropoietin paling sering disebabkan karena  bersaamaan  dengan defisiensi besi, yang dapat di koreksi dengan pemberian besi per oral. Penambahan folat mungki juga perlu untuk beberapa pasien.

                Eritropoietin mungkin juga berguna untuk pengobatan anemia dengan  keainan sumsum tulang primer dan anemia sekunder pada pasien tertentu . Ini meliputi pasien dengan anemia aplastik dan kegagalan sumsum tulang lainya, kelainan mieloprolieratif dan mielodisplastik, myeloma multiple dan mungkin keganasan kronik sumsum tulang lainya, dan anemia yang menyertai peradangan kronik, AIDS, dan kanker. Pasien dengan kelainan ini yang mengalamai kadar eritripoietin serum yang rendah tidak sebanding untuk derajat anemianya yang mungkin memberikan respon terhadap pengobatan dengan factor pertumbuhan ini. Pasien dengan kadar eritropoietin endogen kurang dari 100UI/L hanya kadang kadang memberikan rerspon . Pasien seperti ini biasanya memerlukan dosis yang lebih tinggi (150-300 UI/kg, 3 kali seminggu) untuk mencapai suatu respon, dan respon sering tidak lengkap.

                Eritropoietin juga telah digunakan dengan sukses untuk menanggulangi anemia yang disebabkan oleh penggobatan dengan zidovudin pada pasien dengan infeksi HIV dan pada pengobatan anemia karena prematuritas. Eritropoietin juga dapat digunakan untuk mempercepat eritropoiesis setelah flebotomi, bila darah di kumpulkan untuk transfuse autologous untuk pembedahan tertentu atau pengobatan kelebihan besi ( hemokromatosis).

Gambar 2 : Indikasi Terapi Eritropoietin (EPO)

KONTRA INDIKASI

Pasien yang tidak memenuhi persyaratan untuk terapi  Eritropoietin
·                                     Pasien dengan berbagai kondisi berikut :
v  Defisiensi asam folat. Vitamin B12 atau besi
v  Pasien perdarahan atau hemolisis
v  Leukemia mieloenik kronik maupun akut
v  Kanker eritroid
v  Fibrosis sumsum tulang belakang
v  Resisten eritropoietin di kernakan neutralisasi antibodi
v  Anemia dikarenakan pengobatan kanker jika mempunyai hipertensi yang tidak terkontrol

·         Pengobatan EPO (eritropoietin tidak sesuai untuk profilaksis :
v  Mencegah anemia yang di induksi kemoterapi
v  Reduce tumor hypoxia


TOKSISITAS

                Efek samping eritropoietin yang palin sering di jumpai ialah peningkatan hematokrit dan hemoglobin yang cepat serta termasuk  komplikasi hipertensi dan thrombosis. Bertamabh beratnya hipertensi yang dapat terjadi sekitar 20-30% pasien, dan paling sering akibat peningkatan hematokrit yang terlalu cepat. Meskipun masih kontroversial dilaporkan peningkatan tendensi thrombosis pada pasien dialisis.      Penyulit ini dapat di kurangi dengan meningkatkan hematokrit dan hemoglobin secara lambat serta dengan  memantau dan mengobati hipertensi secara adekuat. Reaksi alergi jarang dan ringan.


Faisal Abdullah  ( I11109052)

Sumber :
David K. McCulloch, MD .  EPO Treatment and Monitoring Guideline  : Group Health Cooperative, 2010

Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia . Farmakologi dan Terapi. edisi 5. – Jakarta: Badan Penerbit FKUI,2007
Katzung,Betram G. Farmakoloi Dasar dan Klinik alih bahasa, Staf Dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran UNSRI;editor H. Azwar Agoes.- edisi  6.- Jakarta:  EGC, 2010


1 komentar: